Thursday, 11 December 2025
logo

Berita

Berita Utama

Kementerian P2MI Sosialisasi Peluang Kerja Luar Negeri ke Warga Beirafu, Belu–NTT

-

00.12 9 December 2025 76

Kementerian P2MI Sosialisasi Peluang Kerja Luar Negeri ke Warga Beirafu, Belu–NTT

Belu — Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) menggelar sosialisasi peluang kerja luar negeri dan migrasi aman di Aula Betelalenok Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (9/12/2025).

Wakil Menteri P2MI Christina Aryani mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap agen perekrut non prosedural.

“Ada agen-agen yang turun ke desa lalu mengatasnamakan berbagai pihak. Kalau Bapak dan Ibu mengalami itu, cek dulu kebenarannya. Pastikan apakah agen itu resmi atau tidak. Bisa tanya ke BP3MI NTT, atau cukup telepon, WhatsApp, atau email,” jelasnya.

Christina menyampaikan saat ini terdapat 351.000 lowongan kerja luar negeri per 1 Desember. Namun,  baru 68.000 pekerja migran yang ditempatkan.

“Peluang kerja masih sangat besar, dan negara terus membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya memenuhi syarat resmi sebelum mendaftar sebagai pekerja migran.

“Usia minimal 18 tahun, tapi tidak semua negara menerima usia itu. Turki misalnya minimal 20 tahun. Selain itu, calon pekerja harus punya kemampuan bahasa asing dan kompetensi dengan sertifikat. Banyak yang berangkat tidak prosedural karena kesulitan memenuhi kompetensi. Pemda bisa bantu lewat pelatihan supaya syaratnya terpenuhi,” jelasnya.

Ditempat yang sama, Bupati Belu Willybrodus Lay menyoroti minimnya informasi soal peluang kerja luar negeri yang sampai ke warga.

“Pemerintah belum bisa menyediakan informasi memadai bagi masyarakat yang ingin mencari peluang kerja di luar negeri. Akibatnya banyak warga yang nganggur dan tersesat karena kurangnya informasi. Harapan kami, kunjungan Ibu Wamen Christina membawa angin segar untuk mengurangi pengangguran di Belu,” ujarnya.

Sementara itu, Romo Eman Siki, Pr dari Keuskupan Atambua menyatakan bahwa peran gereja terhadap pekerja migran dan keluarganya tidak hanya terbatas pada pendampingan rohani. Menurutnya, gereja juga harus aktif mengambil bagian dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan reintegrasi pekerja migran — terutama mereka yang pulang dari luar negeri.

Ia menambahkan, bahwa gereja perlu tampil sebagai pelindung dan penopang bagi pekerja migran serta keluarganya. Melalui jemaat dan jaringan pastoral, gereja dapat membantu pemulihan sosial, pemberdayaan ekonomi, serta pendampingan kembali ke masyarakat. Dengan demikian, gereja dapat ikut mengurangi dampak negatif migrasi tidak aman dan membantu membangun migrasi yang bermartabat.

Akademisi Yakobus Fahik S.Fil., M.Phil menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menangani perdagangan orang dan mendorong migrasi aman di Kabupaten Belu. Ia menyebut pendekatan pentahelix sebagai strategi utama. 

“Pendekatan pentahelix mendorong agar semua stakeholder bisa berkolaborasi untuk bekerja sama,” ujarnya. Yakobus juga menekankan perlunya Agile Government sebagai model tata kelola yang adaptif.

 “Agile government agar siapa saja yang terlibat bisa merespon cepat dan sesuai konteks persoalan,” tambahnya.

Ia menilai Belu memiliki tantangan khas sebagai wilayah perbatasan sehingga perlu solusi yang tepat dan relevan. “Kabupaten Belu punya persoalan sendiri, dan kita bisa sama-sama mencarikan jalan keluar untuk menghadapi isu tersebut,” tegasnya. 

Menurutnya, sinergi dan respons cepat dari seluruh pihak menjadi kunci dalam mengurangi risiko perdagangan orang dan memperkuat upaya migrasi aman di daerah tersebut.*