Tidak Hanya Soal Rohani, Gereja juga Turut Serta dalam Kehidupan Keseharian Pekerja Migran Indonesia
-
-
Malang, KemenP2MI (8/10/25) - Pendeta pun turut secara langsung dalam mengawal dan mendampingi calon Pekerja Migran Indonesia sebelum berangkat bekerja ke luar negeri. Tidak hanya soal rohani, gereja juga turut serta berperan dalam kehidupan keseharian pekerja migran.
Hal tersebut disampaikan Ketua Pelayanan Harian Majelis Agung GKJW, Pdt. Natael Hermawan Prianto dalam Diskusi Lintas Sektor Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Kota Malang yang diselenggarakan bersama Yayasan Pertakina Indonesia Sejahtera Abadi, Rabu (8/10/25).
"Dalam pelayanan ibadah dan doa, kami banyak memperoleh cerita dari keluarga Pekerja Migran Indonesia yang berhasil, juga dari keluarga Pekerja Migran Indonesia yang gagal," ujar Pdr. Natael.
Pdt. Natael mengatakan, diskusi ini sebagai forum untuk meningkatkan kesadaran bersama akan pentingnya migrasi aman, penguatan ekonomi dan ketahanan keluarga bagi Pekerja Migran Indonesia, yang menjadi bagian dalam pelayanan umat, menyoroti perkembangan dan tantangan pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Semoga hal ini menjadi support dan semangat bagi kita semua di GKJW dalam mendampingi saudara-saudara kita para pekerja migran Indonesia," terang Pdt. Natael.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Agustinus Gatot Hermawan yang menyampaikan Keynote Speech, mengungkapkan bahwa bermigrasi tidak hanya untuk bertahan hidup, tapi juga untuk membangun masa depan.
"Pentingnya merencanakan sedari awal sebelum berangkat bekerja ke luar negeri, menyisihkan gaji untuk dikirim ke tanah air dan menabung untuk diri sendiri. Hal tersebut sangat penting dilakukan, dan nantinya setelah Pekerja Migran Indonesia pulang ada pelatihan kewirausahaan seperti yang saat ini dilakukan oleh Pertakina," jelas Gatot.
Selain hal tersebut, menurut Gatot, kunci penting lainnya adalah komunikasi rutin dengan keluarga. Dan jangan ambil resiko bekerja secara nonprosedural.
Staf Ahli Menteri Bidang Transformasi Digital, Prof. Moch.Chotib, sebagai narasumber menyampaikan bahwa menjadi Pekerja Migran Indonesia adalah suatu pilihan, dan patut bangga atas pilihan tersebut, namun jangan berlama-lama di negara orang, dan jangan lupa untuk membangun daerah asal.
Dalam forum tersebut, Sony dari Yayasan Pertakina memaparkan hasil pemetaan Pekerja Migran Indonesia di Desa Pujiharjo, Kab. Malang. Sementara Kabid. Penempatan Dinas Tenaga Kerja Kab. Malang, Sunarya menekankan agar Pekerja Migran Indonesia berangkat sesuai mekanisme dan prosedur, serta jangan malu bertanya.
Turut hadir sebagai narasumber, perwakilan dari Universitas Terbuka (UT), Pardamean Daulat, yang menyampaikan bahwa peningkatan ketahanan keluarga migran dapat dilakukan melalui pendidikan jarak jauh. Karena banyak kasus Pekerja Migran Indonesia terjadi karena kurangnya pendidikan, belum tersentuh.
"UT hadir berikan akses kuliah selama bekerja di luar negeri, terbuka bagi siapa saja. Saat ini mahasiswa UT tersebar di 56 negara, dengan jumlah 7.458 mahasiswa saat ini berada di Jepang dan Korea. Kuliah selama bekerja di luar negeri akan mendapatkan dua remitansi, pertama, ekonomi baik uang atau bentuk barang, dan kedua, remitansi sosial, berupa pengetahuan, gagasan, kapital sosial atau jejaring," papar Pardamean.
Hadir juga Wahyunara, lulusan UT, Purna Pekerja Migran Indonesia yang telah lima tahun bekerja di Hongkong, kini menjadi pengacara dan tergabung dalam Komunitas Masyarakat Taat Hukum.
Kegiatan dilanjutkan tanya jawab peserta diskusi baik secara luring maupun daring dengan peserta Pekerja Migran Indonesia dari luar negeri, dan ditutup dengan penandatanganan Deklarasi Pelindungan dan Pemberdayaan Ekonomi Pekerja Migran Indonesia oleh para narasumber. Hadir dari BP3MI Jawa Timur, Pengantar Kerja Ahli Muda, Bagus Marseto. Pada kegiatan, juga terdapat bazar aneka produk Pekerja Migran Indonesia Purna berupa batik, ragam kuliner dan kerajinan tangan berlokasi di lapangan gereja. ** (Humas/DH/SD)